Fahmi Lubis (24 tahun) adalah penggemar burger di Meruya Utara, Jakarta Barat. Pria 24 tahun itu acapkali membuat sendiri burger memakai aneka bahan yang dibelinya di pasar swalayan. Salah satu bahan tersebut adalah tomat recento seharga Rp23.000-Rp24.000/kg. “Irisan tomat recento membikin citarasa burger lebih segar,” ujarnya. Tidak tanggung-tanggung, saban membuat burger, Fahmi menyelipkan sampai 5 irisan tomat recento.
Tomat recento yang dipakai Fahmi berasal dari Meksiko. Budidaya tomat besar tersebut di tanahair pertamakali dilakukan oleh produsen dan eksportir sayuran di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada 2004-2005, sebelum penanamannya meluas di berbagai tempat.
Karakter utama jenis tomat ini adalah tumbuh sempurna di daerah dataran menengah ke atas sekitar 600-700 m dpl yang berhawa sejuk. “Bila lokasi terlalu tinggi dan suhu udara lebih dingin kurang dari 20-22 derajat Celcius, bentuk buah tomat menjadi tidak sempurna,” kata Hidayat, pekebun di Cianjur, Jawa Barat. Temperatur tersebut berpengaruh terhadap proses pembungaan.
Hidayat menuturkan bila tomat recento dikebunkan, perlu sekitar 15.000-16.000 bibit. Tomat tersebut dipanen bertahap hingga 3 kali, yakni panen perdana, panen puncak, dan panen penghabisan. “Bila panen bagus dan sedikit terserang penyakit dapat diperoleh sampai 2 ton,” tuturnya. Bobot buah panen mencapai 150-250 gram serta harga jual di tingkat pekebun rata-rata 30-45% lebih tinggi ketimbang tomat biasa.
Yang menarik, tomat recento juga dapat dihidroponik untuk skala rumah. Dengan sosok buah matang merah ranum serta berukuran besar, membuat tomat recento disukai. Itu dilakukan Sri Misyatun di Magelang, Jawa Tengah. Ibu 2 putra tersebut menanam 6 polibag tomat recento memakai teknik hidroponik substrat dengan media arang sekam. “Setiap tanaman dapat menghasilkan 4-6 buah setelah 90 hari,” ujarnya senang.