Bangsa Eropa menjajah Indonesia karena kebutuhan bahan baku minyak asiri seperti pala dan cengkih. Sejak abad ke-15, Portugis dan Belanda datang, mulanya berdagang rempah pala serta cengkih, bahan baku minyak asiri.
Sesudah itu karena pasar Eropa meminati bahan baku tersebut, kedua negara penjajah itu mulai mengekspoitasi rempah-rempah dari Sabang sampai Merauke.
Sampai kini Indonesia menjadi salah satu sumber bahan baku minyak asiri dunia. Contoh minyak nilam Pogostemon cablin. Sekitar 90% minyak yang dipakai sebagai fiksatif atau pengikat aroma wangi dan mencegah penguapan zat wangi parfum itu dipasok dari penyuling di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Demikian pula minyak pala dunia, 75% datang dari penyuling di Jawa Barat, Sulawesi, dan Sumatera. Minyak asiri akarwangi Vetiveria zizanoides asal Indonesia malah disukai karena beraroma tajam ketimbang akarwangi asal India, Tahiti, dan Haiti.
Di luar produksi minyak asiri dari pala, akarwangi, kenanga, sirih, cengkih, dan sereh, masih terdapat 40 komoditas tanaman yang berpotensi untuk disuling menjadi minyak asiri. Contoh masoyi Cinnamomum massoia asal Papua.
Hasil riset sarjana Universitas Kebangsaan Malaysia dan peneliti Perancis yang dipresentasikan pada konferensi internasional minyak asiri di Singapura, memutuskan masoyi layak menjadi minyak asiri. Bahkan kini masoyi menjadi komoditas berharga tinggi, mencapai di atas Rp1-juta per kg.