Malam meluruh pekat saat mayoritas penduduk kota Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat terlelap tidur. Namun, 19 kilometer arah timur kota itu, di tebing Bukit Kelam, satu aktivitas mulai beranjak.
Segelintir orang ditemani tali tambang dan lampu senter beringsut bak cicak. Mereka merayap dan menyusup di antara celah batu di tebing setinggi lebih dari 300 meter. Tujuannya mencari kepingan sarang walet gua.
Sarang liur emas itu berada di pojok-pojok dinding celah. Tangan biasa sulit menjangkaunya. Perlu alat bantu lain seperti galah dan tangga untuk mendekati sarang itu. Dari kejauhan aktivitas mencari sarang itu terpantau dari gerakan cahaya senter ketika pemburu sarang memanjat.
Bebeja.com yang datang sore hari di kawasan objek wisata alam seluas 520 ha itu belum beruntung mendapati walet-walet gua yang masuk ke celah tebing. Biasanya menjelang gelap, walet baru datang. Itu pun masuk dari sisi barat. Padahal bagian yang bebeja.com lihat merupakan sisi timur dari Bukit itu.
Kondisi alam di lokasi itu mendukung keberadaan walet. Makrohabitat seperti sumber pakan melimpah. Dari lereng bukit hingga radius 5 km, vegetasi tumbuhan merata. Selain pohon besar berdiameter di atas 60 cm, juga terlihat vegetasi hutan sekunder muda dengan tanaman perdu yang penuh serangga terbang.
Kondisi mikrohabitat bukit yang dengan jenis kantong semar endemik Nepenthes clipeata itu mendukung kenyamanan walet. Suhu berkisar 26-28°C dan kelembapan di atas 70%. Indikasinya selain banyak lumut tumbuh di batang pohon, tanah pun basah saat dipegang. Apalagi celah tebing tempat walet gua kondisinya sangat gelap, kelembapan sekitar 80-90%.
Menurut Iman, pemburu, hingga 1990 kepemilikan gua walet di Bukit Kelam itu belum jelas. “Banyak kelompok saling mengaku sebagai ahli waris gua itu,” ujarnya. Baru pada 24 November 1991 dibuat keputusan bersama antara pemerintah Kabupaten Sintang dan kepala Desa Kebong, tempat lokasi sarang walet gua itu.
Tiga gua sarang walet di Bukit Kelam, yakni Gua Besar, Gua Perujai, dan Gua Punjung, masing-masing dikelola oleh 2-7 kelompok. Gua Besar, misalnya dikelola kelompok keturunan Perabu, Suayang, Kitut, Ganding, Marintai, Adam, dan Melintang. Setiap kelompok hanya boleh memanen setiap 4 bulan sesuai waktu dan giliran yang disepakati. Sayang, hingga kini belum ada data akurat volume produksi sarang walet setiap kali panen.