Tanaman murbei berumur 3,5 tahun itu sengaja ditanam Priambodo di depan pekarangan rumah. “Daun murbei untuk obat kencing gula,” kata pria 47 tahun itu.
Priambodo mengidap penyakit kencing gula alias diabetes mellitus sejak 2007. Faktor pemicunya, keturunan. “Dari garis ibu banyak penderita diabetes,” ujarnya.
Sekitar 5-7 helai daun murbei itu, setiap 2 hari direbus Priambodo dengan 2 gelas air hingga tersisa satu gelas untuk diminum. Konsumsi itu dapat menjaga kadar gula darah pada kisaran 150-165 mg/dl.
Upaya Priambodo sejalan riset praklinis Endang Sri Sunarsih dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang dan rekan dari Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi, Semarang, Jawa Tengah.
Endang membuktikan daun murbei menurunkan 30% kadar gula hewan uji yang diinduksi aloksan agar menderita diabetes. Riset itu menduga, senyawa daun murbei bekerja seperti insulin. Ia akan mendorong glikogenesis, pengubahan kelebihan glukosa menjadi lemak serta menghambat glukoneogenesis.
Bukti sahih lain, ditunjukkan oleh riset National Institute of Agrobiological Science di Jepang. Penelitian itu menunjukkan aktivitas senyawa acarbose daun murbei menghambat kinerja alfaglukosidase dan mengintervensi proses hidrolisis karbohidrat.
Senyawa acarbose juga menghambat penyerapan glukosa berlebih dan melambatkan proses pelepasan gula di tubuh sehingga terkontrol.
Kencing gula terjadi karena kelainan metabolisme sehingga tubuh kekurangan hormon insulin yang mengatur kadar glukosa darah. Penderita disebut diabetes bila kadar glukosa darah dalam 2 jam setelah makan di atas 185 mg/dl untuk usia di bawah 30 tahun; 195 mg/dl (30-40 tahun); dan 205 mg/dl (40-50 tahun).
Penyakit kencing gula itu menyerang semua lapisan usia, mayoritas usia 40-60 tahun. Kehadirannya memicu banyak masalah seperti aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah) yang dapat mengenai retina mata, jantung, ginjal, serta pembuluh pada kaki. Penyempitan pembuluh darah tersebut yang menyebabkan luka penderita kencing gula sulit sembuh, bahkan membusuk.