Demi sepasang loriket langka, Vichai Pinyawat pergi ke Antananarivo, Madagaskar. Klangenan berjambul bak cenderawasih itu ditebus senilai Rp300-juta. Predikat kolektor burung dunia pun melekat padanya.
Ia manut saat sang kakek mendapuk menjadi manajer produksi minyak kelapa. Sejak itu jalan hidupnya berubah. Tiada waktu tanpa urusan kelapa. Empat puluh tahun lalu usaha turun-temurun itu digiringnya menuju kejayaan. Seiring dengan itu jiwanya mulai jenuh.
Selama 15 tahun Vichai merasa hidupnya bagai terpenjara. Pagi hari ia sudah disibukkan membaca setumpuk laporan. Diselingi kunjungan ke pabrik, siang hari dihabiskan memimpin rapat manajemen. Usai menjamu para rekan bisnis, larut malam ia baru menjumpai anak dan istri yang terlelap tidur. Begitu terus berulang-ulang hingga nyaris tidak ada waktu untuk melepas penat.
Bagi keluarga, Vichai ditakdirkan menjadi pria pilihan. Sejak lama ayah dan kakeknya memberi perhatian lebih. Sedari kecil naluri bisnis Vichai sudah mencuat ketimbang saudara sekandung. Vichai kecil tampak sering menjajakan panganan kue basah di sekolah. “Untuk menabung supaya bisa membeli burung-burung kecil,” katanya. Gelatik adalah burung incarannya.
Siapa sangka 30 tahun berlalu hobi mengoleksi burung kian mencorong. “Saya memilih pensiun untuk menikmati hobi ini,” katanya. Vichai tak segan menghamburkan Rp20-miliar untuk koleksi burungnya. Hari-hari Vichai kini sepenuhnya mengurusi burung. Salah satu rutinitasnya, menerawang layar televisi 24 inci di ruang kerja. Di layar itu terpampang aktivitas blue and gold makaw Ara araruna di 2 kandang berbeda. “Mary sudah mau bercumbu belum?” katanya
Blue and gold makaw bernama Mary itu kesayangan Vichai. Vichai berharap betina makaw berumur 4 tahun itu lekas bertelur. Sayang, sang jantan acapkali ogah mencumbunya. Sang jantan malah sering mematuk kepala Mary. Balasannya, Mary menyingkir ke dalam sarang. “Sudah setahun dipasangkan belum terlihat cocok,” kata Vichai yang perlu bersabar lebih lama.
Makaw besar itu hanya satu dari puluhan jenis koleksi Vichai yang mejadi salah satu terlengkap di dunia. Jenisnya beragam. Mulai dari makaw besar, mini, hingga hibrida. Sebut saja jenis makaw besar seperti blue throated macaw Ara gloucogularis, buffon macaw A. ambigua, dan scarlet macaw A. macao. Atau jenis mini seperti hahn’s macaw A. nobilis nobilis dan severe macaw A. severa. Tak kalah cantik jenis hibrida seperti maui sunset makaw yang berbulu kuning emas.
Memang tak semua makaw tersebut diunduh untuk kawin. Maklum tak semua jenis mempunyai pasangan. “Yang terbanyak jumlahnya hanya blue makaw, ada sekitar 6 pasang,” katanya. Dengan jumlah itu, Vichai leluasa memilih pasangan bila salah satu macaw tersebut tidak saling cocok. “Untuk Mary, jantannya yang ditukar-tukar sampai ada yang cocok,” kata penggemar bonsai itu.
Hampir sepanjang waktu pemilik VP House Farm di Meenburi, Bangkok, Thailand itu bergelut dengan koleksi burungnya. Rumah seluas 2.500 m2 disulap menjadi taman burung mini. Ratusan kandang berukuran 2 m x 1 m x 2 m menempel kokoh pada tembok yang mengitari rumah. Ada pula kandang-kandang besar seluas 30 m2. Di sana Vichai menyimpan aneka jenis burung rangkong. Ayah 2 putra itu juga membuat kolam seluas 100 m2 yang disesaki sejumlah angsa. “Saya juga menangkarkan ratusan perkutut unggul,” tuturnya.
Koleksi burung-burung itu tidak sekaligus terkumpul. Tiga puluh lima tahun lalu ia memulai dengan mengoleksi ayam bantam. Ayam kecil berbobot 500 gram itu dipelihara karena di Bangkok saat itu dilanda demam adu ayam. “Saya sering menang kalau lomba. Yang berkesan menjadi juara di King’s Cup 1972,” tutur Vichai menunjukkan sejumlah piala juara di lemari jati.
Di tengah kesukaan menyabung ayam itu, perkutut dilirik. Suatu ketika Vichai dibuat terkesima begitu mendengar alunan suara kung di rumah koleganya. “Burung apa ini? Bagus sekali suaranya,” katanya. Sepuluh pasang nuklaw jawa-sebutan perkutut di Thailand-dibeli. Sejak itu koleksi 200 ayam bantamnya mulai disingkirkan. Sebagian dijual, sisanya diberikan pada teman.
Nama Vichai akhirnya membumbung tinggi karena perkutut juga. Setelah sukses menangkarkan, koleksinya pun berulang-ulang menjuarai lomba bergengsi King’s Cup. Sebut saja Pharao V yang darahnya menitis pada Susi Susanti, perkutut legendaris di tanahair pada 2000. Ring VP seolah jaminan menang kontes.
Pehobi Indonesia pun mengincar tangkaran Vichai. Sejarah pernah mencatat nama Jonny Gunawan sebagai kolektor lokal pertama yang menebus kung Vichai, perkutut permata hijau dengan emas seberat 3 kg. “Dialah (Jonny, red) yang membuat bisnis perkutut di sini ramai,” kata godfather perkutut Bangkok itu.
Di sela-sela kesibukannya mencetak perkutut superunggul setelah peternak Thailand Selatan mulai mengerogoti kemapanannya, sejak 1995 Vichai mengumpulkan anggota keluarga Pssitacidae seperti loriket, parkit, dan makaw. “Burung-burung itu eksotis dengan warna bulu cantik,” katanya.
Salah satu penyedia hewan langka terbesar di Bangkok, Classica co. inc dikunjungi. Tak jarang Vichai terbang ke sejumlah negara seperti Belanda, Jerman, Austria, Filipina, bahkan Madagaskar, untuk melengkapi koleksinya. Belakangan keluarga Cacatuidiae seperti kakatua raja Probosciger atterimus, kakatua Cacatua goffini turut dikoleksi.
“Saya juga punya cenderawasih Papua,” ujarnya sambil menunjuk sepasang Paradisea apoda. Favoritnya karena mahal dan langka adalah leadbeather cockatoo Cacatua leadbeateri asal Austria yang dibeli Rp250-juta/ekor
Koleksinya lengkap dengan aneka burung yang hampir punah, membuat hunian Vichai kerapkali disambangi peneliti burung mancanegara dan pejabat CITES. “Mereka datang untuk mendokumentasi, juga memonitor perkembangan burung yang saya beli,” kata penggemar musik klasik karya Beethoven dan Covosky itu.
Lantaran kolega dari Asia dan Eropa yang datang, acapkali tertarik ingin mengoleksi, insting bisnis Vichai pun bangkit. “Tunggu hasil anakannya,” katanya setiap kali para kolega itu memaksa beli.
Kakatua menjadi sasaran pertama ditangkarkan lantaran Vichai beranggapan semua orang suka. Hasilnya sejauh ini lumayan. Setelah berkali-kali gagal, beberapa jenis kakatua seperti kakatua raja akhirnya bertelur. “Tidak ada teknik khusus hanya memanipulasi kandang mirip habitat asli,” ujarnya.
Vichai benar-benar total mengejar semua informasi setelah mutung menangkarkan makaw. “Burung ini sungguh sulit, padahal yang berminat mulai banyak,” ujarnya. Bersama anaknya, Chai Pinyawat, ia tak segan mendatangi penangkar makaw sukses di Spanyol dan Filipina. “Ternyata ada kesalahan dengan pemeliharaan di kandang selama ini,” tuturnya. Kandang yang baik itu perlu terpapar matahari sehingga makaw doyan kawin.
Tugas merawat burung-burung itu dilakukan 2 pekerja. Vichai sendiri lebih fokus pada penangkaran sekaligus pengecekan kandang. “Saya baru tidur sekitar pukul 22.00 setelah berkeliling ke semua kandang,” kata penggemar Mercedes Benz itu. Saat matahari mulai naik, sekali lagi Vichai berkeliling lalu melihat polah Mary dari layar televisinya. Tak ada tanda-tanda kejenuhan di sana (Dian Adijaya Susanto).
Riwayat penulis: Penulis pernah menjabat Redaktur di Majalah Pertanian Populer, Trubus. Beberapa rubrikasi: sayuran, obat tradisional, satwa dan ikan, serta eksplorasi pernah diasuhnya. Penulis yang merupakan alumnus Program Pascasarjana Universitas Indonesia dalam Biologi Konservasi itu juga pernah menangani Unit Pengembangan Bisnis dan Promosi jaringan Pemasaran Pertanian dan menjadi konsultan.