Penyakit diare berkepanjangan dan hiperaktif. Itu duka Wibisana di Jakarta Barat ketika berkisah tentang sang buah hati, Santi (5 tahun) yang menderita autisme sejak umur 2,5 tahun.
Dokter spesialis anak rumah sakit di Jakarta yang dikunjungi Wibisana menduga Santi mengalami gangguan perkembangan, yakni Pervasive Development Disorder (PDD) atau Autism Spectrum Disorder (ASD).
Anak-anak penyandang autisme acapkali asyik sendiri. Gejala autisme memang sulit terdeteksi saat kehamilan. Ibu hamil yang stres, kekurangan oksigen, sampai terlalu banyak minum susu kemasan, diduga menjadi pencetus autisme pada sang anak. Umumnya, gejala autisme terdeteksi pada saat anak berusia 2 tahun, meski bisa pula dideteksi sejak bayi berumur 10 pekan. Tandanya? Â Ia tidak pernah mengumbar senyum.
Gejala autisme pada anak bersifat individual sehingga penderita autisme satu dan lain memiliki gejala berbeda. Anak autisme biasanya mengalami kelainan sistem pencernaan. Populasi cendawan dan bakteri merugikan cenderung berlebih sehingga menimbulkan lubang pada usus. Efeknya, asam amino dari protein sulit dipecah.
Asam amino rantai pendek pun tidak terbuang melalui feses, tapi masuk ke dalam peredaran darah. Ketika masuk ke otak, asam amino tersebut berubah bak senyawa opium. Protein dari tepung gluten menjadi glidein dan susu kasein menjadi kasonofin. Dampaknya? Anak autisme mengalami stimulasi, menyukai kesendirian, suka berkhayal.
Wibisana mencoba meminimalisir kondisi autisme tersebut dengan memberi sayuran organik kepada Santi. Ia rutin memberi air tajin beras organik merah dan beras mentik, selain bayam, kangkung, wortel, dan sawi.
Buah yang disantap pun organik. Setelah melakukan diet ketat selama 1,5 tahun, sistem pencernaan Santi membaik. Ia tidak lagi mudah diare. Kondisi hoperaktif juga menurun. “Konsentrasi dan cara bertutur bahasa mulai meningkat serta mulai mengerti kata-kata,” ujar Wibisana.
Makanan memang berperan penting untuk mengurangi gejala autisme. Hampir 90% anak autisme mengalami masalah dengan makanan. Makanan organik dapat meminimalkan gejala autisme tersebut. Namun hal itu tetap perlu dibarengi diet makanan lain seperti diet gluten dan kasein.
Makanan organik memang tidak memperbaiki, tetapi mengurangi kerja usus yang tidak normal dengan meniadakan asupan logam berat atau zat berbahaya dari sisa residu pestisida. Seiring membaiknya pencernaan, populasi bakteri baik pada usus pulih, serta gangguan pada otak pun menurun. Itu yang sudah dibuktikan oleh Wibisana.