Kecepatan tumbuh menjadi bagian penting dalam budidaya lele. Salah satu cara untuk mempercepat pertumbuhan lele tersebut dengan bioslurry.
Sejatinya, bioslurry merupakan limbah dari proses pengolahan biogas yang memakai kotoran ternak seperti sapi secara anaerobik atau tanpa oksigen di dalam ruang tertutup seperti kantong plastik. Hasil dari biogas tersebut berupa ampas kotoran yang disebut bioslurry.
Bioslurry itu dapat berbentuk cair hingga setengah padat. Limbah itu perlu diendapkan dalam kolam penampungan yang ternaungi minimal selama sepekan supaya menghilangkan gas tersisa yang bisa berbahaya. Setelah sepekan, bioslurry dapat digunakan langsung pada tanaman, misalnya dengan perbandingan 1:1 (1 bagian bioslurry dan 1 bagian air) atau 1:2.
Bagi tanaman kehadiran bioslurry bermanfaat karena dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti lebih porous alias berpori dengan meningkatkan populasi mikroba tanah. Bila bioslurry hendak disimpan lama, maka bioslurry dapat dikeringkan dengan cara diangin-anginkan selama 30-40 hari.
Pada lele, manfaat bioslurry dilakukan dengan menabur ke kolam sebelum benih dimasukkan. Tujuannya untuk menyediakan pakan alami sekaligus menyiapkan populasi mikroba pengurai dari sisa pakan dan kotoran lele. Berikutnya mencampurkan bioslurry dengan pakan lele, perbandingannya 1:8 (1 bagian pelet dan 8 bagian bioslurry cair). Kedua bahan tersebut diaduk hingga tercampur homogen lantas dikeringanginkan.
Setelah cukup kering dan padat, campuran itu dapat diberikan kepada lele. Kombinasi pemberian bioslurry tersebut dapat mempercepat masa budidaya menjadi rata-rata 40 hari untuk bobot 10-12 ekor/kg. Pemberian bioslurry juga mengurangi biaya pakan. Untuk kolam berpopulasi 1.000 ekor cukup membutuhkan 1,5 sak pakan pelet pabrik. Bila tanpa bioslurry, pembesaran lele tersebut perlu 5-6 sak pakan pelet pabrik.