“Kalau sampeyan mau, silakan bayar langsung dan angkut gaplek ini,” ujar Taslim pada kontributor bebeja.com, Ir Achmad Raharjo.
Taslim yang mengepul gaplek dari beberapa mitra menawarkan sekitar 50 ton gaplek. Pembayaran kontan itu terpaksa diberlakukan oleh Taslim setelah 2-3 kali ia tertipu oleh pembeli.
“Mereka berjanji membayar, ternyata tidak. Sampai ada juga yang membawa kabur,” ujar perempuan 50 tahun di Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Berapa kerugian yang ditanggung Taslim? Sekali menjual Taslim mengangkut dengan truk berkapasitas 17 ton. Dengan harga jual rata-rata Rp3.000/kg, Taslim merugi Rp51-juta. “Ada uang ada barang sekarang ini,” kata Taslim.
Gaplek yang berasal dari singkong tengah naik daun. Taslim mengaku banyak pedagang perantara menghubungi lantaran mereka mendapat permintaan besar. “Gaplek yang dulu dicibir sebagai makanan kampung, sekarang banyak diminati,” ujar Saroso, pedagang di Yogyakarta.
Peminat, terutama industri makanan yang memproduksi tiwul dan gatot. Harga gaplek untuk kebutuhan ini-disebut kualitas A-mencapai Rp4.000/kg. Kualitas B hanya berselisih Rp500/kg, Gaplek pada kategori ini masih dapat dijual sebagai bahan pangan seperti tepung dan pakan kualitas premium.
Kualitas C? Ini khusus untuk pakan ternak. “Permintaan sebagai bahan baku pakan ternak sangat besar. Kami mendapat permintaan dari China,” kata Ina, pengusaha bahan pakan ternak di Bogor, Jawa Barat. Pengusaha pakan memakai gaplek sebagai sumber karbohidrat.
Di Gunungkidul, gaplek diperoleh setiap Juni-Oktober pada saat musim panen singkong. Menurut Taslim, mitranya menjemur singkong tersebut hingga berkadar air 7-8%. “Singkong kualitas bagus berwarna putih bersih,” ujar Taslim yang mengumpulkan gaplek dari wilayah Karangmojo, Ponjong, dan Saptosari.