Bagi Rizal, kayu ular mempunyai khasiat penting. Buah masak kayu yang dipanggil kayu songga di Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut adalah obat malaria. Bila sakit malaria kambuh, Rizal segera menelan 3 buah masak sekaligus. Citarasa buah kayu ular sangat pahit. Saking pahit, Rizal bisa muntah.
Sebagai pereda pahit, Rizal memakan buah asam atau bubuk kopi. Harap mafhum, gula tidak mempan melawan pahit buah songga. Bahkan bila daging buah tersentuh kulit saat kulit buah itu dikupas, perlu 3 hari agar pahit yang menempel pada kulit lenyap. Bagi Rizal, gejala malaria seperti demam teratasi dengan 2 hari menelan buah kayu ular itu.
Sejak lama kayu ular, terutama batang kayu dan buah dimanfaatkan oleh sebagian warga di Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu di NTB sebagai herbal untuk obat malaria, panas dingin, sampai penguat stamina tubuh.
Bila dipakai batang kayu (setelah dipotong seukuran ruas jari atau dalam bentuk gelas), cukup merendamnya di gelas atau wadah berisi air selama 3-4 menit, lalu diminum. Air rendaman kayu ular itu pahit. Menurut Siti, warga Kecamatan Saneo, Kabupaten Dompu, ia biasanya merendam potongan batang kayu ular dalam air panas, lantas meminum saat air hangat. Hal itu mujarab mengurangi rasa pahit kayu ular.
Kayu songga banyak tumbuh di daerah bukit. Tinggi kayu ular mencapai 4-5 m dengan diameter 10-20 cm. Saat ini sulit menjumpai pohon kayu ular berukuran besar. Di Pulau Sumbawa, pohon kayu ular itu tumbuh, terutama di bagian Timur beriklim cukup kering seperti di Kilo di Kabupaten Bima atau di Hu’u serta Manggelewa di Kabupaten Dompu.
Kayu ular juga dijumpai di daerah kering di perbukitan di Timur Jawa. Di Bali, kayu ular bisa dijumpai sebagai pohon besar di pesisir Taman Nasional Bali Barat.